Peran Guru sebagai Pelopor Budaya Positif di Kelas

 


Peran Guru sebagai Pelopor Budaya Positif di Kelas
Oleh: Sari Puji Susanty, S.Pd.,Gr

Budaya positif merupakan hal-hal positif yang dilakukan secara terus menerus melalui pembiasaan-pembiasaan sehingga membudaya. Budaya positif yang diterapkan baik di lingkungan keluarga maupun di sekolah akan menciptakan lingkungan belajar yang positif, nyaman, menyenangkan dan berpihak pada murid.
Apa saja budaya positif yang harus diterapkan di lingkungan sekolah? Sudahkah kita sebagai guru menerapkannya di lingkungan terkecil, yaitu di kelas? Konsep budaya positif yang terdapat pada modul Pendidikan Guru Penggerak (PGP) meliputi: perubahan paradigm stimulus respons dan teori kontrol, tiga motivasi perilaku manusia, motivasi internal dan eksternal, keyakinan kelas, hukuman dan penghargaan, lima kebutuhan dasar manusia, lima posisi kontrol guru dan segitiga restitusi. Pengemasan konsep ini merupakan pemahaman baru dalam menciptakan murid dengan profil pelajar Pancasila sesuai dengan kurikulum merdeka yang digulirkan pemerintah saat ini.
Budaya positif ini harus dimulai dari lingkup yang terkecil dulu, yaitu di dalam kelas. Dari sekian banyak budaya positif yang dapat ditanamkan, maka langkah awal yang dilakukan adalah menerapkan keyakinan kelas. Mengapa? Apa bedanya keyakinan kelas dengan peraturan kelas? 
Setiap tindakan atau perilaku yang kita lakukan di dalam kelas dapat menentukan terciptanya sebuah lingkungan positif. Perilaku warga kelas tersebut menjadi sebuah kebiasaan, yang akhirnya membentuk sebuah budaya positif. Untuk terbentuknya budaya positif pertama-tama perlu diciptakan dan disepakati keyakinan-keyakinan atau prinsip-prinsip dasar bersama di antara para warga kelas. Penyatuan pemikiran untuk mendapatkan nilai-nilai kebajikan serta visi sekolah diturunkan di kelas-kelas menjadi keyakinan kelas yang disepakati bersama. Dengan memiliki keyakinan kelas sebagai fondasi dan arah tujuan sebuah sekolah/kelas, maka akan menjadi landasan dalam memecahkan konflik atau permasalahan di dalam sebuah sekolah/kelas.
Menurut Gossen (1998), suatu keyakinan akan lebih memotivasi seseorang dari dalam, atau memotivasi secara intrinsik. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan. Murid-murid pun demikian, mereka perlu mendengarkan dan mendalami tentang suatu keyakinan, daripada hanya mendengarkan peraturan-peraturan yang mengatur mereka harus berlaku begini atau begitu. Sebab peraturan lebih berisi larangan dan biasanya dibuat secara sepihak yaitu oleh guru/wali kelas.
Proses pembentukan keyakinan kelas atau kesepakatan kelas inilah yang menarik. Murid akan merasa dilibatkan, diajak berdiskusi, dan menentukan nilai-nilai mana yang akan digunakan atau disepakati bersama. Proses ini juga dapat membantu murid untuk saling menghargai pendapat orang lain, menghindari perundungan (bullying), dan belajar berkomitmen.
Nilai kebajikan seperti apa yang ingin kita terapkan? Hal ini tergantung dari kesepakatan bersama dan bersifat universal, contohnya saling menghargai dan menghormati, menjaga kebersihan kelas, bersikap ramah, dan tepat waktu. Nilai-nilai ini dapat direfleksikan dan dievaluasi setiap awal semester. Sebaiknya tidak terlalu banyak, cukup tiga hingga tujuh poin saja. 
Lalu bagaimana peran guru dalam proses pembentukan keyakinan kelas ini? Guru jelas berperan sebagai fasilitator. Guru sebagai pelopor atau contoh awal bagaimana membangun budaya positif dimulai dari diri sendiri. Guru harus bersikap fleksibel, ramah dan sesuai dengan nilai-nilai kebajikan. Hal ini sejalan dengan kompetensi sosial dan profesional guru. Guru berperan sebagai fasilitator dengan mempersiapkan bahan-bahan dan petunjuk yang jelas dalam pembuatan keyakinan kelas serta membantu murid dalam mengelompokkan nilai-nilai kebajikan yang akan disepakati bersama.
Kemudian akan timbul pertanyaan, bagaimana proses pembentukan keyakinan kelas yang sudah dilakukan? Sebagai aksi nyata penerapan keyakinan kelas, maka saya sebagai wali kelas mengajak murid-murid kelas VIIIE SMPN 1 Cisalak untuk membuat kesepakatan kelas bersama-sama. Saya mengajak semua murid untuk curah pendapat agar merasa nyaman di kelas. Media yang disiapkan: karton besar, spidol, sticky note. Adapun prosesnya sebagai berikut:
1. Setiap murid diberi sticky note.
2. Murid menuliskan pendapatnya mengenai kesepakatan kelas yang ingin digunakan, agar murid merasa bebas berpendapat maka tidak diberi nama.
3. Semua murid menempel hasilnya pada karton yang sudah disediakan.
4. Satu murid membacakan hasil teman-temannya.
5. Guru menulis ulang pendapat murid, mengambil kesimpulan dari setiap pendapat.
6. Guru mengajak murid menentukan nilai-nilai kebajikan dari pendapat tersebut.
7. Keyakinan kelas terbentuk.
Keyakinan kelas yang telah terbentuk dibuat seperti poster dengan tulisan yang mudah terbaca dan ditandatangani oleh semua warga kelas. 
Murid-murid kelas VIIIE tampak antusias mengikuti proses membentuk keyakinan kelas ini. Mereka bersemangat mencurahkan pendapatnya agar merasa nyaman belajar di kelas. Sebagai bahan refleksi terkait budaya positif ini, saya harus menjadi suri tauladan yang pertama bagi murid dan rekan sejawat di sekolah. Selain itu, saya mengajak kolaborasi rekan sejawat untuk menciptakan lingkungan belajar yang positif, baik melalui obrolan santai di ruang guru maupun di forum resmi komunitas praktisi. Hal ini memang tidak akan mudah dan memerlukan waktu yang relatif panjang dalam prosesnya, tetapi jika kita dapat berkolaborasi dengan semua pihak maka akan mampu mewujudkan lingkungan belajar yang positif.  
Sumber:
Modul 1.4 Budaya Positif Program Pendidikan Guru Penggerak, Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2020.


Profil Penulis:
Sari Puji Susanty lahir di Dumai, 25 April 1982. Penulis sehari-hari sebagai tenaga pengajar mata pelajaran Bahasa Inggris di SMPN 1 Cisalak, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Penulis aktif mengikuti beberapa pelatihan menulis di berbagai komunitas dan telah menghasilkan beberapa buku antologi. Saat ini penulis sedang mengikuti program Pendidikan Guru Penggerak Kemendikbudristek angkatan III. 










Comments

  1. Budaya positif lahir lingkungan belajar yang positif bu, :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sepakat, bu Dahlia. Terima kasih mau mampir ke blog saya.

      Delete
  2. Terima kasih bu,,, Insya Allah jadi motivasi πŸ’ͺπŸ’ͺ

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih juga pak Idris, sudah mampir ke blog saya. Semoga bermanfaat dan menginspirasi.

      Delete
  3. Betul bu, guru membawa peranan penting menerapkan budaya positif..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sepakat, bu, semoga kita mampu membimbing murid kita yaa...terima kasih sudah mampir ke blog saya.

      Delete
  4. Mari ciptakan lingkungan belajar yang positif πŸ‘πŸ‘

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sepakat kitaaa...terima kasih bestie, ya sdh mampir ke blog diriku.

      Delete
  5. Dimulai dari hal kecil dulu yaitu kesepakatan πŸ€—

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul sekali, bu, terima kasih sudah mampir ke blog saya.

      Delete
  6. terima kasih ilmunya salam literasi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih juga sdh mampir ke blog saya. Salam literasi

      Delete
  7. Replies
    1. Aamiin...terima kasih sudah mampir ke blog saya.

      Delete
  8. Setuju bu, mari ciptakan budaya positif πŸ˜€ semangat terus ya❤️

    ReplyDelete
  9. Sangat menginspirasi πŸ‘❤️

    ReplyDelete
  10. Terimakasih Ibu ilmunya,Insya allah jadi motivasi di masa depanπŸ‘✨

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Showing yang Bikin Glowing

Penerbit Mayor