Peran Guru dalam Pembelajaran Berdiferensiasi

 

Peran Guru dalam Pembelajaran Berdiferensiasi
Oleh: Sari Puji Susanty, S.Pd.,Gr

“Serupa seperti para pengukir yang memiliki pengetahuan mendalam tentang keadaan kayu, jenis-jenisnya, keindahan ukiran, dan cara-cara mengukirnya. Seperti itulah seorang guru seharusnya memiliki pengetahuan mendalam tentang seni mendidik. Bedanya, Guru mengukir manusia yang memiliki hidup lahir dan batin.” 
(Ki Hajar Dewantara)

Apa yang muncul di benak Anda saat mendengar kata diferensiasi? Sudahkah Anda mengetahui seperti apa pembelajaran berdiferensiasi itu? Bagaimana penerapannya di dalam kelas?
Menurut KBBI V daring, pengertian diferensiasi adalah proses, cara, perbuatan membedakan; pembedaan. Dalam kamus Bahasa Inggris daring, differentiation terjemahannya perbedaan.
Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Dengan kata lain, pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran untuk semua murid di kelas kita. Keputusan tersebut terkait dengan:
1. Menciptakan lingkungan belajar yang mengundang murid untuk belajar.
2. Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas bagi guru dan murid.
3. Cara guru merespon kebutuhan belajar murid.
4. Manajemen kelas yang efektif.
5. Penilaian berkelanjutan.
Ketika saya menyosialisasikan mengenai pembelajaran ini, banyak guru yang masih keberatan dan kebingungan, di antaranya:
1. Membayangkan repotnya sang guru menyiapkan materi yang sama dengan tingkat kesulitan yang berbeda, bayangkan jika sekelas ada 30 murid!
2. Kurang setuju jika murid kelompok atas digabungkan, bagaimana dengan murid kelompok umum dan sedang? Kelompok atas seharusnya disebar untuk membantu temannya sebagai tutor teman sebaya.
3. Bagaimana penilaian dilakukan dengan soal yang berbeda-beda, sementara tes sumatif menggunakan soal yang sama?

Bagaimana menjawab semua pertanyaan di atas? Tentu saja dengan praktik di kelas kita! Setiap kelas memiliki karakternya masing-masing, tugas kita sebagai guru adalah mengenal karakteristik setiap murid dan mengelompokkannya. Guru, layaknya seorang dokter, harus mampu mendiagnosis kebutuhan belajar muridnya untuk selanjutnya membantu murid untuk menggali potensi (baca: minat dan bakat) yang dimilikinya.

Kebutuhan belajar murid meliputi:
1. Kesiapan belajar (readiness) murid
Murid akan menunjukkan kinerja yang lebih baik jika tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki sebelumnya.
2. Minat murid
Jika tugas-tugas tersebut memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri seseorang murid yang sesuai dengan minatnya.
3. Profil belajar murid
Jika tugas itu memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai.

Kemudian, pertanyaan yang muncul, bagaimana cara kita mengetahui kebutuhan belajar murid? Berdasarkan pengalaman, di pertemuan awal saya melakukan dua macam pretes diagnostik awal, yakni pretes kognitif (mengidentifikasi pengetahuan awal) dan pretes non kognitif (mengidentifikasi minat, bakat, dan kondisi murid). Pretes ini dapat dilakukan baik lisan (wawancara) maupun tulisan. Setelah mendapat hasil pretes ini, kita bisa konfirmasi dengan guru-guru yang pernah mengajar murid tersebut atau membaca rapor murid dari kelas sebelumnya. Langkah selanjutnya adalah mengamati perilaku murid, melakukan observasi, melakukan refleksi setiap selesai praktik pengajaran dan memberikan berbagai penilaian diagnostik. Kemudian bagaimana penerapannya dalam pembelajaran di kelas agar berdiferensiasi? Ada tiga strategi yang bisa kita lakukan, yaitu:

1. Diferensiasi konten
Strategi yang membedakan pengorganisasian dan format penyampaian konten. Konten adalah materi pengetahuan, konsep, dan keterampilan yang perlu dipelajari murid berdasarkan kurikulum. 
Pada strategi ini saya menggunakan teks yang berbeda, misalnya mata pelajaran yang saya ampu, bahasa Inggris pada materi Procedure Text, saya mempersiapkan beberapa teks yang berbeda. Namun, kita juga bisa memanfaatkan sumber daya dari murid, kita meminta murid mencari Procedure Text yang mereka sukai, bisa prosedur tentang cara memasak sesuatu, cara membersihkan tempat tidur/kamar, langkah-langkah membuat video di Tiktok, dll.
2. Diferensiasi produk
Strategi yang memodifikasi produk hasil belajar murid, hasil latihan, penerapan, dan pengembangan apa yang telah dipelajari.
Saya yakin, untuk strategi ini sudah banyak yang mempraktikkannya. Ini adalah hasil pembelajaran yang dipahami murid. Contohnya murid diminta untuk mempraktikkan Procedure Text yang dia sukai, produknya dapat bervariasi; gambar, pesan suara, video atau praktik langsung di kelas. Murid dapat memilih cara yang paling nyaman dan dikuasai menurutnya. Biasanya saya meminta murid untuk mempraktikkan sesuatu yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, seperti menggosok gigi yang tepat, tata cara berwudlu, dll.
3. Diferensiasi proses
Strategi yang membedakan proses yang harus dijalani oleh murid yang dapat memungkinkan mereka untuk berlatih dan memahami isi materi.
Strategi ini meliputi media yang digunakan; audio, visual dan kinestetik dalam proses pembelajaran. Kita dapat menjadi role model, misalnya mempraktikkan cara membuat teh manis dalam bahasa Inggris. Pada prosesnya, saya membebaskan murid untuk mempelajari materi secara individu, berpasangan atau berkelompok. Murid biasanya akan berkelompok sesuai dengan kelompok atas, sedang dan umum. Ini terjadi secara alami. Murid akan protes karena merasa anggota kelompoknya tidak ada yang bisa diandalkan? Justru ini intinya, agar semua belajar mandiri dan tidak mengandalkan 1-2 orang saja dalam berkelompok. Jika hal ini kita jelaskan secara bijak dan logis, murid dapat menerimanya dengan baik. Pengelompokan seperti ini dapat membantu saya dalam menjelaskan materi. Kelompok atas akan cepat memahami, guru dapat meminta bantuan kelompok ini sebagai tutor teman sebaya ke kelompok sedang dan umum. 

Berdasarkan penjelasan di atas, pembelajaran berdiferensiasi dapat mengakomodir kebutuhan belajar murid karena diterapkan secara berjenjang sesuai dengan kemampuan murid. Hal ini dapat membantu guru dan murid dalam penerapannya di kelas. Murid akan merasa diperlakukan sama dan adil. Pembelajaran berdiferensiasi lebih bersifat proaktif, kualitatif, berakar pada penilaian, dinamis, dan berpusat pada murid.
Pembelajaran berdiferensiasi berkaitan erat dengan pembelajaran yang berpihak pada murid yakni mampu memenuhi dan mengakomodir kebutuhan belajar murid. Hal ini jelas sejalan dengan filosofi Ki Hadjar Dewantara, beliau menjelaskan bahwa pembelajaran itu harus sesuai dengan kodrat anak, sehingga dapat mewujudkan rasa nyaman bagi murid dalam mengeksplor kegiatan belajar di lingkungan sekolah.
Sudahkah tiga pertanyaan awal tulisan ini terjawab semua? Bagaimana dengan penilaiannya (asesmen)? Dalam proses pembelajaran, kita cukup memberi pertanyaan yang tingkat kesulitannya mudah, sedang dan sulit. Berikan 2-5 pertanyaan sesuai dengan kemampuan kelompok diferensiasi yang sudah terbentuk. Tiap kelompok bisa saling memberikan presentasi sehingga melengkapi materi secara konseptual.
Kemudian akan timbul pertanyaan apakah dengan adanya penerapan pembelajaran berdiferensiasi akan berhasil seratus persen dalam memahami materi? Sebaiknya dipraktikkan dulu sebelum mengambil kesimpulan karena karakter tiap kelas berbeda, bagaimana guru menyampaikan instruksi juga berpengaruh pada keberhasilan pembelajaran ini. Namun, setidaknya pembelajaran berdiferensiasi ini menjadi salah satu alternatif solusi bagi guru yang menghadapi beragam karakter dan kemampuan murid di kelas serta membantu guru dalam penilaian yang lebih bersifat dinamis (tidak selalu kuantitatif). Jangan ragu mencoba ya, trials and errors adalah hal yang wajar. Learning by doing saja, nanti kita akan menemukan polanya. Ingat, guru bukanlah Superman atau Superwoman yang bisa mengatasi segala keberagaman murid di kelas, tetapi kita sebagai penuntun murid kita dalam menemukan solusi dan menggali potensinya, selebihnya, biarkan mereka menjadi manusia yang kreatif, inovatif dan mandiri.
Tetap semangat demi kemajuan pendidikan Indonesia!

Sumber:
Modul 2.1 Pembelajaran Berdiferensiasi, Pendidikan Guru Penggerak. Jakarta: 2020

Profil Penulis:
Sari Puji Susanty lahir di Dumai, 25 April 1982. Penulis sehari-hari sebagai tenaga pengajar mata pelajaran Bahasa Inggris di SMPN 1 Cisalak, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Penulis aktif mengikuti beberapa pelatihan menulis di berbagai komunitas dan telah menghasilkan beberapa buku antologi. Saat ini penulis sedang mengikuti program Pendidikan Guru Penggerak Kemendikbudristek angkatan III. Penulis dapat dikunjungi di blog pribadinya saripujisusanty.blogspot.com, email saripujisusanty@gmail.com, instagram dan FB: Sari Puji Susanty, no WA 0813-2161-5653.



Comments

  1. Keren... Sukses selalu bu sai...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin, terima kasih atas dukungannya, bestie...

      Delete
  2. Tulisan yang selalu menginspirasi... πŸ‘πŸ‘

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih untuk semua dukungannya, bestie

      Delete
  3. terima kasih ilmunya, salam literasi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama-sama, bu Nurul. Terima kasih sudah mampir ke blog saya. Tulisan bu Nurul juga keren-keren.

      Delete
  4. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  5. Sebagai guru kita memang harus terus belajar untuk meningkatkan kenyamanan dan minat siswa belajar

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sepakat pak Idris, kita juga harus terus belajar. Terima kasih sudah mampir ke blog saya.

      Delete
  6. Wah, betapa senangnya mempraktekkan pembelajaran berdiferensiasi di kelas. Sangat jelas sekali bahwa setiap murid memiliki karakteristik yang berbeda, yang perlu dituntun untuk mencapai keselamatan hidupnya. Bravo bu Sari πŸ‘πŸ‘πŸ‘

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sepakat, bu Liza, aamiin...terima kasih atas dukungannya, sudah mampir ke blog saya.

      Delete
  7. Sangat Inspiratif,sukses selalu

    ReplyDelete
  8. Terima kasih sudah mampir ke blog saya, semoga bermanfaat.

    ReplyDelete
  9. Sedikit masukan utamakan juga kesiapan mental anak . menurut pandangan saya apapun system' pembelajaran dan materi bila anak sudah sadar akan diri dan mental nya yg kuat akan bisa menerima pelajaran apapun itu.inti nya letakan dasar mental positif pada anak didik.CMIIW.hatur nuhun .tetap semangat dan sukses . aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih sudah mampir, terima kasih juga masukannya. Ini ada ya penanganannya di coaching dan refleksi untuk meningkatkan kesadaran diri dan mental anak. Ada juga pengelolaan sosial emosional, segitiga restitusi, kebutuhan dasar manusia dan readiness. Ini semua sudah terangkum dalam kurikulum merdeka dan pendidikan guru penggerak.

      Delete
  10. Amazing bu Sari! Saya harus banyak belajar nih dari Bu Sari. Bolehkah suatu saat mampir untuk mengintip kelasnya bu Sari? Siapa tau bisa saya apply jg di kelas saya. Sukses selalu ya BuπŸ™‚πŸ™‚

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hi, Bu Herti. Bu Herti juga amazing, saya hanya ikutan sharing aja. Boleh banget, Bu, kita sharing bersama.

      Delete
  11. Keren, ibu. Tetap semangat menulis, yaah...

    ReplyDelete
  12. Wahh keren banget IbuπŸ‘,semangat terus yaaa✨

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Peran Guru sebagai Pelopor Budaya Positif di Kelas

Showing yang Bikin Glowing

Penerbit Mayor