Bermain Bersama KARIN dan AISITERU

 Pemanfaatan KARIN dan AISITERU pada Pembelajaran Berdiferensiasi

Situasi

            Mata pelajaran bahasa Inggris adalah hal yang baru bagi siswa kelas 7 di SMPN 1 Cisalak. Mata pelajaran ini diminati sekaligus dianggap susah. Dari setiap kelas yang rata-rata berjumlah 30 siswa, hanya 4-5 siswa per kelas yang sudah belajar Bahasa Inggris di sekolah dasarnya. Itu pun karena mereka merupakan siswa pindahan dari kota besar seperti Jakarta dan Bandung. Ketertarikan mereka terhadap Bahasa Inggris, karena mata pelajaran tersebut dianggap sesuatu hal yang baru dipelajari. Mentransfer ilmu kepada siswa yang berusia 12-13 tahun tentu hal yang baru bagi mereka, siswa membutuhkan kegiatan pembelajaran yang menarik, kreatif, dan dinamis. Selain itu, perlu didukung oleh sarana dan prasarana yang ada di sekolah.

            Ada catatan menarik yang menjadi perhatian penulis, pada saat berlangsungnya AKM tahun ini. Betapa pentingnya pembelajaran literasi numerasi diterapkan pada semua mata pelajaran. Pembelajaran ini menggiring siswa untuk bernalar kritis dalam mencari solusi pada pemecahan suatu masalah. Tidak hanya itu, pembelajaran literasi numerasi harus diterapkan menggunakan metode pembelajaran yang berekosistem AMIN (Aman, Menyenangkan, Inklusif, dan Nyaman) sehingga tidak terjadi kejenuhan.

            Pembelajaran literasi numerasi dalam mata pelajaran Bahasa Inggris sudah sering muncul, seperti pemahaman literasi pada berbagai teks. Sedangkan pembelajaran numerasi biasanya sering muncul pada materi label, teks prosedur dan tingkat perbandingan.

            Penulis mencoba menerapkan pembelajaran literasi numerasi yang sedikit berbeda melalui descriptive text. Penulis akan memanfaatkan penggunaan alat peraga dari bahan bekas, yaitu karton yang dapat digeser, KARIN (Karton Interaktif) dan aplikasi AISITERU, yakni Aplikasi Simple untuk Teks Rumpang. Aplikasi ini akan digunakan sebagai asesmen pembelajaran yang seru bagi siswa.

            Oleh karena itu, praktik baik ini penting untuk diterapkan karena menggunakan media atau alat peraga yang baru agar pembelajaran literasi numerasi terasa menyenangkan dan dinamis. Hal ini tentu saja bermanfaat untuk persiapan siswa kelas 7 yang akan melaksanakan AKM tahun depan.

           

Tantangan

            Pembelajaran literasi numerasi tidak hanya menjadi tanggung jawab guru mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika saja. Penulis sebagai guru Bahasa Inggris pun ikut bertanggung jawab. Pengenalan literasi numerasi yang dituangkan pada AKM di jenjang SMP untuk kelas 8 harus dilakukan sejak mereka di kelas 7. Meskipun mata pelajaran Bahasa Inggris tidak secara langsung terdapat pada soal-soal AKM, tetapi secara pola pikir dapat diarahkan. Hal ini penting karena berdasarkan hasil rapor pendidikan SMPN 1 Cisalak tahun lalu, terdapat penurunan pada kemampuan numerasi sebesar 9,54%. Tercantum pada rapor PBD (Pengelolaan Berbasis Data) bahwa Peserta didik mampu mengaplikasikan konsep matematik yang dimiliki dalam konteks yang lebih beragam terjadi penuruinan 11,78%. Berdasarkan data-data tersebut, mendorong penulis untuk ikut andil dalam peningkatan literasi numerasi di sekolah.

            Tantangan yang sering muncul dalam pembelajaran Bahasa Inggris di kelas adalah keterbatasan kosakata yang dikuasai oleh siswa dan kurangnya rasa percaya diri siswa. Tak hanya itu, kepemilikan buku kamus yang masih minim pun menjadi tantangan tersendiri. Tantangan lainnya adalah aturan tata tertib sekolah yang melarang siswa untuk membawa telepon selular. Terkadang jika siswa diizinkan untuk membawa telepon selularnya saat pelajaran Bahasa Inggris berlangsung pun, kuota dan jenis telepon selular yang mereka miliki tidak memadai untuk menggunakan aplikasi tertentu. Di samping itu, aplikasi yang sudah ada untuk teks rumpang biasanya dipenuhi iklan, sehingga tampilan di layar terasa kurang nyaman.

            Di samping itu, keberagaman karakteristik, kebutuhan dan kesiapan belajar siswa harus dipertimbangkan dalam penerapan pembelajaran literasi numerasi ini. Dalam mengatasi keberagaman tersebut, penulis harus mampu menciptakan pembelajaran yang menerapkan praktik, kolaborasi, dan memanfaatkan teknologi sederhana.

 

 

 

Aksi (sinopsis konten video)

            Pada pertemuan sebelumnya, siswa telah mempelajari materi dasar numbers, pronoun dan to be. Siswa juga mengisi asesmen diagnostik awal melengkapi descriptive text yang berupa kalimat rumpang. Hasil asesmen ini dapat digunakan sebagai dasar untuk mengetahui seberapa paham siswa dalam melengkapi teks rumpang yang berhubungan dengan angka.

            Penulis menyiapkan alat peraga dari karton dengan pilihan dua kata yang bisa digeser, siswa dapat memilih jawaban yang tepat. Alat peraga ini digunakan saat siswa berkelompok. Selain itu, untuk asesmen pembelajarannya saya menyiapkan link AISITERU (aplikasi simple untuk teks rumpang). Aplikasi ini adalah aplikasi yang dibuat untuk memudahkan siswa dalam mengisi teks rumpang descriptive text dengan cara diketik langsung tanpa perlu mengunduh aplikasi tertentu. Penulis pun menggunakan tablet dan wifi untuk pemanfaatan AISITERU ini. Strategi yang digunakan adalah scaffolding pada diferensiasi konten berdasarkan kesiapan belajar siswa (readiness). Setiap siswa mengalami proses scaffolding dimulai dari diagnostik awal yang berbasis kertas, kemudian secara klasikal mempelajari descriptive text, lalu secara berkelompok memilih salah satu jawaban yang ada di alat peraga berbentuk karton, dan terakhir mengerjakan asesmen secara individu dengan menggunakan AISITERU pada tablet yang dibagikan oleh guru.

            Pada proses pembelajaran kali ini penulis melibatkan rekan guru yang lain. Ada rekan yang menyiapkan sebuah aplikasi untuk teks rumpang dan rekan yang berperan sebagai pengamat (observer). Ide penamaan aplikasi muncul dari ide penulis yang mengambil akronim AISITERU yaitu Aplikasi Simple untuk Teks Rumpang.

            Langkah pembelajaran yang penulis lakukan merupakan adaptasi dari Sembilan Tahap Pembelajaran menurut Robert.M. Gagne:

1.     Gaining Attention (menarik perhatian siswa)

      Pada tahap ini, guru menunjukkan beberapa gambar orang terkenal dan makanan yang paling banyak disukai remaja. Penulis memberikan pertanyaan pemantik seperti: Who is she/he? Do you know his/her weight/height? How often they do practice in a week? What is this? Do you like it? How often do you eat it in a day or a week?

2.     Informing Learning Objectives (menjelaskan tujuan pembelajaran)

      Guru menjelaskan tujuan pembelajaran:

a.     Siswa dapat memahami isi descriptive text.

b.     Siswa dapat melengkapi kalimat rumpang pada descriptive text.

3.     Recalling Prior Learning (mengaitkan pengetahuan sebelumnya)

      Guru mengaitkan materi descriptive text yang akan dipelajari dengan materi numbers, pronoun dan to be (is, am are) yang sudah dipelajari pada pertemuan sebelumnya.

4.     Presenting Content (memaparkan isi)

      Guru memaparkan tentang pengertian, struktur dan unsur kebahasaan dari descriptive text disertai contoh-contohnya.

5.     Providing Guidance (memberikan bimbingan)

a.     Guru memberikan instruksi agar siswa berkelompok yang terdiri dari lima orang.

b.     Guru membagikan lembar kerja siswa kepada setiap kelompok. Lembar kerja tersebut terdiri dari teks rumpang tentang Subang.

c.     Guru meminta siswa untuk mencari kosakata yang sulit dari teks dan menterjemahkan kata-kata tersebut.

d.     Guru menjelaskan tahap-tahap yang harus dilakukan oleh setiap kelompok.

6.     Practice (mempraktikkan)

      Pada tahap ini, siswa secara berkelompok melengkapi teks rumpang. Setiap siswa diberi tanggung jawab untuk mengisi satu kalimat rumpang sebelum didiskusikan dengan kelompoknya. Setelah itu, setiap kelompok maju ke depan dan berbaris untuk menentukan jawabannya dengan menggunakan alat peraga. Setiap kelompok diberi waktu 30 detik untuk mengisi teks rumpang tersebut.

7.     Providing Feedback (memberikan umpan balik)

      Pada tahap ini, guru memberikan umpan balik pada setiap kelompok yang telah menyelesaikan tantangan. Guru melakukan refleksi dengan memberi beberapa pertanyaan tentang teks rumpang yang telah diisi.

8.     Assessment (penilaian)

      Tahap ini menggunakan tablet yang ada di sekolah dan aplikasi AISITERU. Guru membagikan link AISITERU https://sites.google.com/guru.smp.belajar.id/english-clubs/aisiteru melalui email. Siswa melengkapi teks rumpang secara individu.

9.     Enhancing Retention and Transfer (pemahaman siswa kepada dunia nyata)

            Tahap terakhir adalah refleksi dari keseluruhan pembelajaran. Pertanyaan yang muncul adalah:

1.   Apa yang sudah kamu pelajari?

2.   Bagaimana perasaanmu setelah mengikuti pembelajaran hari ini?

3.   Bagaimana penggunaan AISITERU menurut kamu?

4.   Apa manfaat materi yang kamu pelajari dalam kehidupanmu sehari-hari?

     Selain itu, mereka juga mengisi angket mengenai penggunaan alat peraga dan AISITERU.

 

Refleksi

            Berbagai tantangan yang telah dikemukakan dapat diatasi dengan baik, seperti penggunaan tablet sekolah untuk mengatasi benturan dengan tata tertib sekolah. Buku kamus pun dapat diatasi dengan menyediakan kamus yang ada di perpustakaan dan aplikasi kamus yang sudah diunduh pada tablet sekolah.

            Hasil dan dampak dari pembelajaran kali ini sesuai dengan harapan. Berdasarkan hasil angket, 76,90% siswa merasa senang dengan proses pembelajaran memanfaatkan AISITERU. 84,60% siswa merasa setuju jika pemanfaatan AISITERU sebagai asesmen pembelajaran menjadi hal yang menarik. Mereka juga merasa senang dan termotivasi dalam mempelajari descriptive text menggunakan bantuan alat peraga dari karton bergeser. Hasilnya menyatakan pemanfaatan AISITERU sangat efektif karena siswa merasa lebih paham dengan proses pembelajaran hingga pemanfaatan AISITERU sebagai asesmen.

            Penulis meminta respon dari rekan sejawat yang berperan sebagai pengamat (observer). Rekan sejawat ini merupakan guru Bahasa Indonesia, kasi kurikulum bidang SDM dan guru penggerak Angkatan III yang bernama Bu Wiwin Winarni, S.S. Menurut beliau, praktik baik ini sangat bagus untuk diterapkan pada semua jenjang dan semua mata pelajaran. Beliau setuju bahwa pembelajaran literasi numerasi tidak hanya tanggung jawab mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika. Beliau menyarankan penulis untuk berbagi praktik baik ini di komunitas belajar di SMPN 1 Cisalak dan melakukan pengimbasan AISITERU kepada rekan sejawat lainnya.

            Tak hanya itu, penulis telah melakukan pengimbasan kepada rekan sejawat sesama guru Bahasa Inggris dan respon beliau sangat positif terhadap pemanfaatan AISITERU ini.

            Faktor keberhasilan dari pembelajaran literasi numerasi yang memanfaatkan AISITERU adalah persiapan yang matang. Pembelajaran dari keseluruhan proses ini adalah bahwa guru harus mempersiapkan dengan matang pembelajaran yang akan dilaksanakan. Ada enam aturan dalam menerapkan pembelajaran yang menyenangkan dan berpihak pada murid:

1.     Pahami dunia mereka, cari tahu hal-hal yang sedang tren di kalangan remaja usia 12-13 tahun. Hal ini sesuai dengan kodrat zaman sang anak.

2.     Eksplor media sosial, ini adalah salah satu cara untuk mencari hal yang sedang populer.

3.     Manfaatkan teknologi, baik digital maupun non digital.

4.     Lakukan games (permainan).

5.     Gambarkan keterkaitan.

6.     Ajak siswa untuk bergerak.

   Dalam mengatasi keberagaman siswa, guru harus mampu menciptakan pembelajaran yang menerapkan praktik, kolaborasi, pemanfaatan teknologi, pendekatan personal dan fleksibilitas.

    Rencana tindak lanjut dari penulis adalah akan melakukan pengimbasan berbagi praktik baik di komunitas belajar SMPN 1 Cisalak dan MGMP Bahasa Inggris, baik tingkat komisariat maupun tingkat kabupaten, serta di komunitas lainnya baik secara daring maupun luring. Selain itu, pembelajaran literasi numerasi ini sebagai bekal bagi siswa dalam mempelajari procedure text yang akan dipelajari pada bab selanjutnya.

    Link youtube penerapan: https://youtu.be/sjgRS7F6tWU

 

Comments

Popular posts from this blog

Peran Guru sebagai Pelopor Budaya Positif di Kelas

Showing yang Bikin Glowing

Aksi Nyata 3.3